Rabu, 11 Maret 2009

hidup bagaikan kepompong

kemarin kita terasabermain-main sangat asyiknya, tapi kini telah berubah tak akanseperti dulu lagi. sebab kita berada dalam waktu dan kesempatan serta kondisiyang jaug berbeda dengan kemarin diwaktu kita bermain-main

Selasa, 23 Desember 2008

haoi


“PENGERTIAN IMAM, MAKMUM, SERTA BAGAIMANA CARA MENEGUR, MENGGANTI IMAM SESUAI SYARIAT ISLAM ? ”

Apr 18, '08 10:07 PM
for everyone

Artikel : Religius
Edisi : Istimewa


Oleh : H. Sunaryo A. Y.



Saudaraku sesama muslim, sidang pembaca yang terhormat, kembali AL-Fakir berdakwah (lewat tulisan) kali ini sesuai judul artikel religius ini tersebut diatas. Namun sebelum membahas materi, ingin saya mengingatkan bahwa dalam shalat berjama’ah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya persoalan Imam, cara menegur Iman (sebab bukan mustahil seorang Imam dalam melaksanakan tugasnya bisa saja berlaku khilaf bukan ?), cara mengganti Imam dan apa syarat-syarat tertentu bagi seorang makmum menurut yang diajarkan syariat? Kenapa? Karena yang akan kita bahas kali ini adalah masalah yang ada kaitannya dan tidak terlepas dari pengertian yang namanya shalat berjama’ah. Sementara shalat berjama’ah itu sendiri mempunyai keistimewaan yaitu lebih baik 27 (dua puluh tujuh) derajad dari shalat sendiri.

• Sesuai Hadist Nabi SAW :

”Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Shalat berjama’ah itu lebih baik daripada shalat sendiri dengan 27 (dua puluh tujuh) derajad.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baiklah, Sekarang kita mulai dengan pembahasan kita. Siapa yang disebut Imam? Imam adalah orang yang memimpin shalat, baik shalat wajib (fardhu) maupun shalat sunnat (mafilah). Imam akan selalu diikuti gerak-geriknya dalam shalat oleh Jama’ah yang lain. Untuk menjadi seorang Imam harus mempunyai syarat-syarat diantaranya seperti berikut ini :

  • Sehat akalnya
  • Lebih fasih bacaannya.


• Sesuai sabda Rasulullah SAW :


”Jika bertiga maka hendaklah mereka dijadikan Imam salah seorang dari mereka, dan yang lebih berhak diantara mereka untuk menjadi Imam adalah orang yang lebih fasih bacaannya.” (HR. Muslim)

c. Harus laki-laki jika salah satu makmumnya terdapat laki-laki (tidak boleh perempuan menjadi Imam laki-laki)
d. Yang lebih tua umurnya dan atau lebih tampan wajahnya.

• Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :

”Jika mereka sama bacaannya maka pilihlah yang lebih tua dan jika umurnya sama mereka pilihlah diantara mereka yang lebih tampan (ganteng) wajahnya.” (HR. Baihaqi)

Saudaraku, ada orang-orang yang tidak boleh dijadikan Imam. Siapa-siapa saja mereka itu ?

  1. Perempuan bagi makmum laki-laki
  2. Banci bagi makmum laki-laki
  3. Banci bagi makmum banci
  4. Perempuan bagi makmum banci
  5. Orang yang pandai membaca Al-Qur’an menjadi makmum kepada orang yang tidak dapat membaca Al-Qur’an.


Sebagai manusia, Imam dalam shalat dapat saja berlaku khilaf dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu didalam syariat Islam sudah diatur tata cara bagaimana menegur Imam dan tata cara menegurnya adalah sebagai berikut:

1. Apabila Imam dalam melakukan gerakan shalat salah maka makmum berkewajiban memperbaiki kesalahannya.
2. Cara memperbaiki kesalahan, untuk laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah, sedangkan makmum perempuan dengan cara : bertepuk tangan (yakni memukulkan tangan kanannya ketangan kiri bagian atas)


Kemudian bagiamana kalau sekiranya didalam shalat berjama’ah, Imam secara tidak sengaja mengalami hal yang membatalkan shalat, maka makmum yang dibelakangnya (berdiri dibelakang Imam) maju kedepan sebagai pengganti Imam dalam memimpin shalat sampai shalat selesai.

• Perhatikan riwayat yang diceritakan Said bin Mansyur dari Abu Razin yang artinya: ”Pada suatu hari Ali bin Abu Thalib sedang shalat, tiba-tiba keluar darah dari hidungnya. Kemudian ia (Sayyidina Ali bin Abi Thalib) segera menarik tangan seorang makmum dibelakangnya maju kedepan untuk menggantikannya.” (Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Oleh: Drs. Ahmad Syafi’i Mufid, M.A.)

Sementara makmum adalah orang yang mengikuti Imam dalam shalat. Makmum dalam shalat berjama’ah hendaknya memiliki perasaan senang dan ikhlas kepada Imam. Untuk menjadi seorang makmum maka diperlakukan syarat-syarat tertentu diantaranya seperti berikut :

1. Makmum wajib niat mengikuti Imam dan Iman disunnahkan berniat menjadi Imam.


• Perhatikan Hadist Nabi SAW :
”Sesungguhnya syahnya sesuatu perbuatan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari)

2. Makmum harus mengikuti segala gerak shalat yang dikerjakan oleh Imam, seperti rukuk dan kembali dari rukuk, dengan cara melihat Imam langsung atau melihat makmum yang ada didepannya.

• Perhatikan pula Hadist Muttafaqun ’Alaih ini :

”Rasulullah SAW bersabda : ”Bahwasanya dijadikannya seorang Imam adalah untuk diikuti maka apabila dia bertakbir, bertakbirlah dan jika rukuk, rukuklah.” (HR. Muttafaqun ’Alaih.)

3. Tidak boleh mendahului Imam atau melambatkan diri dari dua rukun Fi’li (perbuatan).

4. Laki-laki tidak syah mengikuti Imam perempuan

5. Berada disuatu lingkungan tempat yang sama dan tidak ada batas yang menghalangi antara Imam dan Makmum.

6. Makmum dan Imam hendaklah dalam satu tempat, misalnya dalam satu Masjid atau Mushola, meskipun ini bukan termasuk syarat Jama’ah, tetapi hukumnya sunnat karena makmum perlu mengetahui gerakan Imam di depan.

7. Makmum jangan mendahului Imam atau memperlambat diri dengan gerakan shalat Imam, seperti Imam belum takbir makmum sudah takbir atau Imam sudah sujud makmum baru rukuk.

8. Makmum dengan Imam hendaklah sama-sama shalatnya, apabila shalat Ashar dengan shalat Ashar. Namun, hal itu untuk mencari keutamaan jama’ah. Tetapi jika tidak bersamaan dengan orang yang shalat maktubah (shalat fardhu), maka tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) dengan orang yang sedang shlat mafilah (sunnat).

Seperti orang yang sedang shalat Ba’diyah Isya tidak boleh diikuti oleh orang yang akan shalat fardhu. Cara memberitahukan bahwa kita sedang shalat sunnat agar tidak diikuti oleh orang yang akan shalat fardhu adalah dengan menghentakkan tangan kanan kita dan kalau melihat kode (hentakan tangan) tersebut hendaknya orang yang berniat menjadi makmum itu mengurungkan niatnya mengikuti untuk (bermakmum) kepadanya. Begitu juga orang yang shalat fardhu tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) kepada orang yang sedang shalat gerhana atau shalat jenazah karena aturannya tidak sama.
Tetapi sebagian Ulama berpendapat orang yang sedang shalat sunnat (misalnya shalat Ba’diyah Isya, dll) boleh diikuti oleh orang yang berniat akan shalat fardhu karena aturannya sama. Misalnya kita sedang shalat sunnat (Ba’diyah Maghrib) tiba-tiba pundak (bahu) kita dicolek (sebagai tanda) seseorang akan mengikuti shalat (menjadi makmum) dengan shalat kita, boleh saja dan kita tidak usah (tidak perlu) memberi kode dengan cara menghentakkan tangan kanan kita. Wallahu a’lam bishawaab!.

9. Makmum tidak boleh mengikuti Imam jika Wudhu Imam tersebut sudah batal atau berhadast, seperti Imam yang buang angin (kentut) atau Imamnya bukan orang Islam.

10. Makmum yang datang terlambat atau masbuk sementara Imam sudah rukuk atau sujud, maka makmum masbuk membaca takbiratul ihram dengan niat mengikuti Imam.

Selanjutnya makmum masbuk mengikuti apa yang sedang dikerjakan oleh Imam. Jika Imam sudah duduk tawaruk (bersimpuh) waktu bertasyahud atau duduk Iftirasy makmum mengikutinya tanpa membaca Al-Fatihah sebab bacaan Al-Fatihah bagi makmum masbuk sudah ditanggung oleh Imam.

• Perhatikan Sabda Rasulullah SAW :

”Jikalau kamu datang untuk shalat dan kami sedang sujud maka sujudlah, tetapi jangan dimasukkan hitungan. Barangsiapa yang mendapat rukuk berarti ia mendapatkan shalat.” (HR. Abu Daud)

Saudaraku, dengan perkataan lain bahwa kalau makmum masbuk dapat mengikuti rukuk bersama-sama Imam walaupun makmum belum sempat membaca Al-Fatihah, makmum masbuk itu mendapat satu raka’at. Sebaliknya makmum masbuk kalau tertinggal rukuk bersama Imam maka apabila Imam salam, ia berdiri lagi untuk menyelesaikan raka’atnya yang tertinggal.

Sidang pembaca, ketika saya menulis artikel ini (saya beserta keluarga sedang berlibur di luar Jakarta) ada yang bertanya kepada saya (Seorang anak muda, yang belakangan saya tahu dia seorang aktivis masjid dan siswa kelas III salah satu SMU Negeri Unggulan): ”Ustad, saya mau tanya.” katanya kepada saya : ”Kasus ini baru kira-kira dua minggu lalu saya alami, saya shalat berjama’ah di Masjid dan mula-mula sih shalat berjalan baik artinya bacaan fatihah Imam bagus, bacaan suratnya bagus, tu’maninahnya juga baik bahkan rukun dan sunnat-sunnatnya shalat dikerjakan dengan baik oleh Imam di raka’at pertama. Hanya saja baru pada raka’at kedua Imam berlaku khilaf, pada waktu Imam duduk diantara dua sujud, setelah sujud kedua semestinya Imam duduk untuk tahiyat (tasyahud) awal, tetapi Imam lupa dan langsung berdiri tegak, makmum yang melihat ini spontan mengucap Subhanallah. Imam yang mendengar peringatan ini, sadar akan kesalahannya dan cepat-cepat duduk lagi untuk tahiyat (tasyahud) awal. ”Saya, Ustad.” kata anak muda itu kepada saya: ”Ketika melihat Imam yang sudah berdiri, kemudian duduk lagi saya berpendapat Imam sudah batal shalatnya dan saya munfarid (saya niat keluar dari berjama’ah, pisah dari Imam) saya shalat sendiri sampai selesai (mengucap salam) : ”Tindakan saya itu salah atau benar ustad ?

Kemudian apakah saya yang sempat mengikuti shalat bersama Imam (berjama’ah) di raka’at pertama itu masih mendapat berjama’ah (mendapat pahala 27 (dua puluh tujuh) derajat atau hanya mendapat ganjaran 1 (satu) derajat saja. Dan makmum yang mengikuti Imam dan Imam sebelum shalat melakukan sujud sahwi, bagaimana itu Ustad ?”

Saya menjawab : ”Tindakan kamu munfarid itu benar dan Imam yang keliru. Dan karena kamu sempat berjama’ah dan mendapat satu raka’at di raka’at pertama maka Allah SWT tidak menghilangkan pahala berjama’ah kamu, itu artinya kamu tetap mendapat ganjaran pahala yang 27 (dua puluh tujuh) derajat. Sedangkan shalat Imam dan makmum yang mengikuti Imam tetap tidak syah (batal) walaupun Imam melakukan sujud sahwi sekalipun dan shalat mereka harus di ulang.”

Saudaraku sesama muslim, sidang pembaca yang terhormat. Kenapa saya membenarkan tindakan anak muda itu ? Dan kenapa saya mengatakan Imam yang keliru dan shalat mereka tidak syah (batal) dan mereka harus mengulang shalat? Sidang pembaca, didalam shalat ada syarat, rukun dan ada sunnat-sunnat shalat yaitu sunnat Ab’adl dan sunnat Hai’at. Kasus anak muda tadi, berdiri tegak didalam shalat fardhu adalah rukun sedangkan duduk Iftirasy untuk tasyahud awal hukumnya adalah sunnat Hai’at. Jadi Imam dalam kasus ini sudah mendahulukan yang sunnat daripada yang rukun dan menjadilah shalatnya batal dan meskipun Imam melakukan sujud sahwi, tetap shalatnya tidak syah dan harus diulang shalatnya. Tinggal lagi bagaimana cara memberitahukannya itu (kepada Imam dan makmum) memang memerlukan kebijaksanaan serta kearifan agar tidak menimbulkan kegaduhan (fitnah). Yang utama harus diberitahukan kepada mereka apapun resikonya, sesuai ajaran agama : Sampaikan yang hak walaupun pahit.

Saudaraku, sampai disini saya sudahi dakwah saya (lewat tulisan) semoga bermanfaat, terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Wa’afwa minkum wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

• • •
(Bahan-bahan (materi) diambil dan dikutip dari Pendidikan Agama Islam oleh: Drs. Ahmad Syafi’i Mufid, M.A.Dkk., dari buku Catatan Taklim Penulis dan buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap oleh: Drs. Moh. Rifai.)
• • •
* Tulisan (artikel) Religius ini dapat anda temukan pada website H. Sunaryo A.Y. dengan alamat : http://hajisunaryo.co.nr *

Larangan Bertepuk Tangan Bagi Laki-Laki Dalam Shalat Berjama’ah

Cetak halaman ini

Kirim halaman ini ke teman via E-mail

Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali

Thursday, 11 September 2008

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Mengapa aku lihat kalian banyak bertepuk tangan? Barangsiapa melihat sesuatu yang perlu ditegur dalam shalat, hendaklah ia bertasbih (yakni mengucapkan Subhaanallaah). Sekiranya ia bertasbih tentu imam akan memperhatikannya. Karena sesungguhnya bertepuk tangan itu adalah untuk kaum wanita’," (HR Bukhari [684] dan Muslim [421]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya bertasbih (untuk menegur kesalahan imam dalam shalat) diperuntukkan bagi kaum pria dan bertepuk tangan bagi kaum wanita’,” (HR Bukhari [1203] dan Muslim [422]).

Kandungan Bab:

  1. Sabda Nabi saw, "Dan bertepuk tangan bagi kaum wanita," menunjukkan larangan mutlak bertepuk tangan bagi kaum pria.
  2. Bertepuk tangan (untuk menegur kesalahan imam dalam shalat) merupakan sunnah bagi kaum wanita di dalam shalat jika mereka melihat sesuatu yang perlu ditegur dalam shalat.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/509-5110.

Oleh: Fani

• • •




[Error! Hyperlink reference not valid.] Landasan Hukum

Berikut adalah Error! Hyperlink reference not valid. yang terdapat dalam Error! Hyperlink reference not valid. maupun Error! Hyperlink reference not valid. mengenai shalat berjama'ah:

Dalam Error! Hyperlink reference not valid. Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,..." (QS. 4:102).

Error! Hyperlink reference not valid. SAW bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi HYPERLINK "" imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).

Dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk Error! Hyperlink reference not valid. bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).

[Error! Hyperlink reference not valid.] Keutamaan

Error! Hyperlink reference not valid. berjama'ah

Adapun keutamaan shalat berjama'ah dapat diuraikan sebagai berikut:

Berjama'ah lebih utama dari pada shalat sendirian. Error! Hyperlink reference not valid. SAW bersabda: "Error! Hyperlink reference not valid. berjama'ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA)

Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu dosa serta senantiasa dido'akan oleh para Error! Hyperlink reference not valid.. Rasulullah SAW bersabda: "Error! Hyperlink reference not valid. seseorang dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang Error! Hyperlink reference not valid. dan menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke Error! Hyperlink reference not valid. dengan tujuan semata-mata untuk shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan shalat, maka para Error! Hyperlink reference not valid. selalu memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum Error! Hyperlink reference not valid., mereka memohon: "Ya Error! Hyperlink reference not valid. limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.' Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan Error! Hyperlink reference not valid. semenjak menantikan tiba waktu Error! Hyperlink reference not valid.." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira RA, dari terjemahan lafadz Bukhari).

Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda: "Tiada tiga orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana shalat berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu hendaklah kamu sekalian membiasakan Error! Hyperlink reference not valid. berjama'ah sebab Error! Hyperlink reference not valid. itu hanya menerkam Error! Hyperlink reference not valid. yang terpencil dari kawanannya." (HR. Abu Daud dengan Error! Hyperlink reference not valid. hasan dari Abu Darda' RA).

Memancarkan cahaya yang sempurna di hari Error! Hyperlink reference not valid.. Error! Hyperlink reference not valid. SAW bersabda: "Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke Error! Hyperlink reference not valid. dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Hakim).

Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang Error! Hyperlink reference not valid. Error! Hyperlink reference not valid. dengan berjama'ah maka seakan-akan ia mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat Error! Hyperlink reference not valid. berjama'ah maka seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA).

Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke Error! Hyperlink reference not valid. begitu selesai shalat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah selesai shalat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah RA berkata: "Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat shalatnya diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila Error! Hyperlink reference not valid. sudah terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam Error! Hyperlink reference not valid. orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa Error! Hyperlink reference not valid.. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan Nabi SAW pun ikut tersenyum." (HR. Muslim).

Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan Error! Hyperlink reference not valid.. Rasulullah SAW bersabda: "Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia Error! Hyperlink reference not valid. maka takbirlah kalian, jika ia Error! Hyperlink reference not valid. maka ruku'lah kalian, jika ia mengucapkan 'sami'alLaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma rabbana lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia shalat sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk pula!" (HR. Bukhori dan Muslim, shahih).

Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami shalat bersama Nabi SAW. Maka diwaktu beliau membaca 'sami'alLaahu liman hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani membungkukkan punggungnya sebelum Nabi SAW meletakkan dahinya ke lantai. (Jama'ah)

Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman: "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan Error! Hyperlink reference not valid.." (QS. 9:18).

[Error! Hyperlink reference not valid.] Kriteria Imam

Kriteria pemilihan Imam shalat tergambar dalam hadits Nabi Error! Hyperlink reference not valid. SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Mas'ud Al-Badri:

"Yang boleh mengimami kaum itu adalah orang yang paling pandai di antara mereka dalam memahami kitab Allah (Error! Hyperlink reference not valid.) dan yang paling banyak bacaannya di antara mereka. Jika pemahaman mereka terhadap Al-Qur'an sama, maka yang paling dahulu di antara mereka Error! Hyperlink reference not valid. ( yang paling dahulu taatnya kepada agama). Jika hijrah (ketaatan) mereka sama, maka yang paling tua umurnya di antara mereka".

[Error! Hyperlink reference not valid.] Kehadiran Jama'ah Wanita di dalam Masjid

Wanita diperbolehkan hadir berjama'ah di masjid dengan syarat harus menjauhi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya Error! Hyperlink reference not valid. ataupun fitnah. Baik karena perhiasan atau harum-haruman yang dipakainya.

Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu larang wanita-wanita itu pergi ke masjid-masjid Allah, tetapi hendaklah mereka itu keluar tanpa memakai harum-haruman." (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Abu Huraira RA).

"Siapa-siapa diantara wanita yang memakai harum-haruman, janganlah ia turut Error! Hyperlink reference not valid. Isya bersama kami." (HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa'i dari Abu Huraira RA, isnad hasan).

Bagi kaum wanita yang lebih utama adalah shalat di rumah, berdasarkan Error! Hyperlink reference not valid. dari Ummu Humaid As-Saayidiyyah RA bahwa Ia datang kepada Rasulullah SAW dan mengatakan: "Ya Error! Hyperlink reference not valid., saya senang sekali shalat dibelakang anda." Beliaupun menanggapi: "Saya tahu akan hal itu, tetapi shalatmu di rumahmu adalah lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di masjid Umum." (HR. Ahmad dan Thabrani).

Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian melarang para wanita untuk pergi ke masjid, tetapi (shalat) di rumah adalah lebih baik untuk mereka." (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar RA).


ada zaman Rasulullah saw. ada seorang shahabat bernama Mu’adz bin Jabal r.a. yang selalu berjama’ah dengan Rasulullah saw. Lalu ia pulang ke kaumnya untuk menjadi imam bagi mereka.

Hal ini diketahui Rasul, beliau tidak menegurnya. Ini menunjukkan kita boleh melaksanakan shalat wajib berjamaah di mesjid, kemudian di rumah kita menjadi imam untuk keluarga.

Perhatikan keterangan berikut
“Diriwayatkan dari jabir r.a., sesungguhnya Mu’adz r.a. pernah shalat Isya bersama Nabi saw., kemudian kembali ke kaumnya dan mengimami shalat Isya untuk mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah saw. pernah melihat orang yang shalat wajib sendirian di mesjid, lalu Rasulullah saw. bertanya kepada para shahabat yang telah melakukan shalat, “Apakah di antara kalian ada yang ingin menemani orang ini berjamaah?” Keterangan ini menjelaskan bahwa kalau kita sudah shalat wajib, lalu ada orang yang shalat wajib sendirian kita boleh menemaninya berjamaah.

“Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, sesungguhnya Nabi saw. melihat seseorang yang shalat sendirian. Beliau bersabda, “Tidakkah ada yang bershadaqah kepada orang ini untuk shalat bersamanya?” (HR. Abu Daud).
Yang dimaksud dengan “bershadaqah” dalam hadits ini bukan dalam bentuk uang (materi), tapi dalam bentuk menyempatkan waktu untuk menemani berjama’ah.

Mencermati dua keterangan di atas, jelaslah bahwa kita diperbolehkan shalat wajib yang kedua kalinya untuk menemani orang agar berjamaah atau menjadi imam. Namun, kalau menyengaja shalat wajib dua kali tanpa alasan, hal ini tidak dibenarkan karena tidak pernah dicontohkan Rasulullah saw.

Misalnya, setelah melaksanakan shalat zuhur, kita shalat lagi tanpa alasan apa-apa. Nah, ini tidak dibenarkan.



Kesimpulannya, kalau kita sudah shalat wajib, boleh melakukannya sekali lagi untuk menemani orang agar berjamaah atau menjadi imam bagi keluarga. Namun, tidak dibenarkan mengulanginya tanpa alasan. Wallahu a’lam.


percikaniman.org




Shalat adalah mikrajnya orang beriman. Demikian hadits Nabi Saw. mengatakan. Sejenis dengan sidratu al-muntaha yang menjadi mikrajnya Nabi Muhammad





Categories : AGENDA ACARA




posisi-sholat-berjamaah


Allahu akbar…Allahu Akbar!!!

Nak, ayo ke masjid gih…! Tuh udah adzan…!!!” celetuk santun seorang ibu kepada putra semata wayangnya. “Ah Ibu, ntar ajah! Nanggung nih… “ jawab sang anak sambil meneruskan melihat acara TV remaja. Read the rest of this entry »


Comments : 16 Comments »

Categories : UNTAIAN NASEHAT




Jalan Selamat


Saudaraku yang menyempatkan waktu untuk membaca tulisan ini, semoga kalian selalu dirahmati Allah dan diberi-Nya petunjuk di atas ilmu…

Saudaraku…sungguh dalam kehidupan sebagai manusia, kita akan selalu dihadapkan pada sebuah kata di setiap tindak – tanduk kita. Yaitu sebuah kata yang harus dilalui setiap terhadang olehnya. Ya… kata itu adalah PILIHAN. Hidup ini adalah rangkaian penuh pilihan. Apa yang harus dipilih…??? Hampir setiap apa yang akan kita lakukan dan perbuat adalah pilihan. Read the rest of this entry »







Meluruskan dan merapatkan shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat berjamaah. Rasulullaah bersabda:

Artinya, “Luruskan shafmu, karena sesungguhnya meluruskan shaf itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat”. (Muttafaq ‘Alaih).

Meluruskan dan merapatkan shaf saat ini banyak dilupakan oleh kebanyakan umat muslim, terutama dari kalangan orang tua padahal meluruskan dan merapatkan shaf merupakan perkara yang penting dalam shalat berjamaah.

Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:“Tegakkan shaf-shaf kalian dan rapatkan bahu-bahu kalian dan tutuplah celah-celah dan jangan kalian tinggalkan celah untuk syaithan, barangsiapa yang menyambung shaf niscaya Alloh akan menyambungnya dan barangsiapa memutus shaf niscaya Alloh akan memutuskannya”. (HR: Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim )

Di riwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir bin Samurah ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Tidakkah kalian ingin berbaris, sebagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb mereka.” Maka kami bertanya, “Bagaimanakah para malaikat berbaris di hadapan Rabb?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan barisan yang depan dan saling merapat di dalam shaf.”

Berikut akan dijelaskan bagaimana membentuk sebuah shaf (barisan) shalat yang lurus dan rapat.


A. Posisi Kaki

Posisi kaki agar dapat membentuk shaf yang rapat adalah seperti berikut:

Dalam satu riwayat disebutkan, “Aku telah melihat salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki temannya. Jika engkau lakukan pada zaman sekarang, niscaya mereka bagaikan keledai liar (tidak suka dengan hal itu, pen).” (HR Abu Ya’la dalam Musnad, no. 3720 dan lain-lain, sebagimana dalam Silsilah Shahihah, no. 31)


B. Posisi Pundak

Rasulullaah bersabda:

Artinya “Rapatkankan shaf, dekatkan (jarak) antara shaf-shaf itu dan ratakan pundak-pundak.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Dan sabda Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam yang lain, yang artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut bahunya (mau untuk ditempeli bahu saudaranya -pent) ketika shalat, dan tidak ada langkah yang lebih besar pahalanya daripada langkah yang dilakukan oleh seseorang menuju celah pada shaf dan menutupinya”. (HR: Ath Thabrani, Al Bazzar dan Ibnu Hiban)

“Adalah Rasulullah meluruskan shaf kami. Seakan-akan beliau meluruskan anak panah. Sampai beliau melihat, bahwa kami telah memenuhi panggilan beliau. Kemudian, suatu hari beliau keluar (untuk shalat). Beliau berdiri, dan ketika hendak bertakbir, nampak seseorang kelihatan dadanya maju dari shaf, Beliaupun berkata: Hendaklah kalian luruskan shaf kalian, atau Allah akan memecah-belah persatuan kalian.”(HR. Muslim no. 436)

Sumber gambar: http://johan.pti.esdm.go.id/




ghuroba.blogsome.com
[ {0><}0{>Lainnya dari photobucket.com<0} ]
Download Gambar Aturan Shof Sholat
413 x 584 - 83k - jpg
fodkas.wordpress.com
[ {0><}0{>Lainnya dari fodkas.files.wordpress.com<0} ]
Posisi Shaf Shalat
494 x 173 - 21k - jpg
awansx.wordpress.com
[ {0><}0{>Lainnya dari


Download Gambar Aturan Shaf Shalat ...
2481 x 3508 - 1143k
- jpg
almutanabbi.files.wordpress.com


Pukul.15.12



Di bawah ini adalah gambar-gambar tata cara membentuk shaf dalam sholat yang benar. Saya mendapatkannya dari seorang teman. Yang Insya Allah gambar yang singkat ini bisa menjawab segala hal yang terjadi di masyarakat. Karena kekeliruan yang terus-menurus dilakukan oleh masyarakat. Kita juga wajib memperingatkannya karena ini berhubungan dengan sholat, sedangkan sholat adalah ibadah inti dari umat Islam ini. Maka kita harus menjaga agar sholat kita sempurna. Wallahu’alam bishawab.




Di bawah ini adalah gambar-gambar tata cara membentuk shaf dalam sholat yang benar. Saya mendapatkannya dari seorang teman. Yang Insya Allah gambar yang singkat ini bisa menjawab segala hal yang terjadi di masyarakat. Karena kekeliruan yang terus-menurus dilakukan oleh masyarakat. Kita juga wajib memperingatkannya karena ini berhubungan dengan sholat, sedangkan sholat adalah ibadah inti dari umat Islam ini. Maka kita harus menjaga agar sholat kita sempurna. Wallahu’alam bishawab.





Artikel : Religius
Edisi : Istimewa


Oleh : H. Sunaryo A. Y.



Saudaraku sesama muslim, sidang pembaca yang terhormat, kembali AL-Fakir berdakwah (lewat tulisan) kali ini sesuai judul artikel religius ini tersebut diatas. Namun sebelum membahas materi, ingin saya mengingatkan bahwa dalam shalat berjama’ah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya persoalan Imam, cara menegur Iman (sebab bukan mustahil seorang Imam dalam melaksanakan tugasnya bisa saja berlaku khilaf bukan ?), cara mengganti Imam dan apa syarat-syarat tertentu bagi seorang makmum menurut yang diajarkan syariat? Kenapa? Karena yang akan kita bahas kali ini adalah masalah yang ada kaitannya dan tidak terlepas dari pengertian yang namanya shalat berjama’ah. Sementara shalat berjama’ah itu sendiri mempunyai keistimewaan yaitu lebih baik 27 (dua puluh tujuh) derajad dari shalat sendiri.

• Sesuai Hadist Nabi SAW :

”Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Shalat berjama’ah itu lebih baik daripada shalat sendiri dengan 27 (dua puluh tujuh) derajad.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baiklah, Sekarang kita mulai dengan pembahasan kita. Siapa yang disebut Imam? Imam adalah orang yang memimpin shalat, baik shalat wajib (fardhu) maupun shalat sunnat (mafilah). Imam akan selalu diikuti gerak-geriknya dalam shalat oleh Jama’ah yang lain. Untuk menjadi seorang Imam harus mempunyai syarat-syarat diantaranya seperti berikut ini :

Sehat akalnya

Lebih fasih bacaannya.


• Sesuai sabda Rasulullah SAW :


”Jika bertiga maka hendaklah mereka dijadikan Imam salah seorang dari mereka, dan yang lebih berhak diantara mereka untuk menjadi Imam adalah orang yang lebih fasih bacaannya.” (HR. Muslim)

c. Harus laki-laki jika salah satu makmumnya terdapat laki-laki (tidak boleh perempuan menjadi Imam laki-laki)
d. Yang lebih tua umurnya dan atau lebih tampan wajahnya.

• Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :

”Jika mereka sama bacaannya maka pilihlah yang lebih tua dan jika umurnya sama mereka pilihlah diantara mereka yang lebih tampan (ganteng) wajahnya.” (HR. Baihaqi)

Saudaraku, ada orang-orang yang tidak boleh dijadikan Imam. Siapa-siapa saja mereka itu ?

1. Perempuan bagi makmum laki-laki

2. Banci bagi makmum laki-laki

3. Banci bagi makmum banci

4. Perempuan bagi makmum banci

5. Orang yang pandai membaca Al-Qur’an menjadi makmum kepada orang yang tidak dapat membaca Al-Qur’an.


Sebagai manusia, Imam dalam shalat dapat saja berlaku khilaf dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu didalam syariat Islam sudah diatur tata cara bagaimana menegur Imam dan tata cara menegurnya adalah sebagai berikut:

1. Apabila Imam dalam melakukan gerakan shalat salah maka makmum berkewajiban memperbaiki kesalahannya.
2. Cara memperbaiki kesalahan, untuk laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah, sedangkan makmum perempuan dengan cara : bertepuk tangan (yakni memukulkan tangan kanannya ketangan kiri bagian atas)


Kemudian bagiamana kalau sekiranya didalam shalat berjama’ah, Imam secara tidak sengaja mengalami hal yang membatalkan shalat, maka makmum yang dibelakangnya (berdiri dibelakang Imam) maju kedepan sebagai pengganti Imam dalam memimpin shalat sampai shalat selesai.

• Perhatikan riwayat yang diceritakan Said bin Mansyur dari Abu Razin yang artinya: ”Pada suatu hari Ali bin Abu Thalib sedang shalat, tiba-tiba keluar darah dari hidungnya. Kemudian ia (Sayyidina Ali bin Abi Thalib) segera menarik tangan seorang makmum dibelakangnya maju kedepan untuk menggantikannya.” (Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Oleh: Drs. Ahmad Syafi’i Mufid, M.A.)

Sementara makmum adalah orang yang mengikuti Imam dalam shalat. Makmum dalam shalat berjama’ah hendaknya memiliki perasaan senang dan ikhlas kepada Imam. Untuk menjadi seorang makmum maka diperlakukan syarat-syarat tertentu diantaranya seperti berikut :

1. Makmum wajib niat mengikuti Imam dan Iman disunnahkan berniat menjadi Imam.


• Perhatikan Hadist Nabi SAW :
”Sesungguhnya syahnya sesuatu perbuatan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari)

2. Makmum harus mengikuti segala gerak shalat yang dikerjakan oleh Imam, seperti rukuk dan kembali dari rukuk, dengan cara melihat Imam langsung atau melihat makmum yang ada didepannya.

• Perhatikan pula Hadist Muttafaqun ’Alaih ini :

”Rasulullah SAW bersabda : ”Bahwasanya dijadikannya seorang Imam adalah untuk diikuti maka apabila dia bertakbir, bertakbirlah dan jika rukuk, rukuklah.” (HR. Muttafaqun ’Alaih.)

3. Tidak boleh mendahului Imam atau melambatkan diri dari dua rukun Fi’li (perbuatan).

4. Laki-laki tidak syah mengikuti Imam perempuan

5. Berada disuatu lingkungan tempat yang sama dan tidak ada batas yang menghalangi antara Imam dan Makmum.

6. Makmum dan Imam hendaklah dalam satu tempat, misalnya dalam satu Masjid atau Mushola, meskipun ini bukan termasuk syarat Jama’ah, tetapi hukumnya sunnat karena makmum perlu mengetahui gerakan Imam di depan.

7. Makmum jangan mendahului Imam atau memperlambat diri dengan gerakan shalat Imam, seperti Imam belum takbir makmum sudah takbir atau Imam sudah sujud makmum baru rukuk.

8. Makmum dengan Imam hendaklah sama-sama shalatnya, apabila shalat Ashar dengan shalat Ashar. Namun, hal itu untuk mencari keutamaan jama’ah. Tetapi jika tidak bersamaan dengan orang yang shalat maktubah (shalat fardhu), maka tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) dengan orang yang sedang shlat mafilah (sunnat).

Seperti orang yang sedang shalat Ba’diyah Isya tidak boleh diikuti oleh orang yang akan shalat fardhu. Cara memberitahukan bahwa kita sedang shalat sunnat agar tidak diikuti oleh orang yang akan shalat fardhu adalah dengan menghentakkan tangan kanan kita dan kalau melihat kode (hentakan tangan) tersebut hendaknya orang yang berniat menjadi makmum itu mengurungkan niatnya mengikuti untuk (bermakmum) kepadanya. Begitu juga orang yang shalat fardhu tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) kepada orang yang sedang shalat gerhana atau shalat jenazah karena aturannya tidak sama.
Tetapi sebagian Ulama berpendapat orang yang sedang shalat sunnat (misalnya shalat Ba’diyah Isya, dll) boleh diikuti oleh orang yang berniat akan shalat fardhu karena aturannya sama. Misalnya kita sedang shalat sunnat (Ba’diyah Maghrib) tiba-tiba pundak (bahu) kita dicolek (sebagai tanda) seseorang akan mengikuti shalat (menjadi makmum) dengan shalat kita, boleh saja dan kita tidak usah (tidak perlu) memberi kode dengan cara menghentakkan tangan kanan kita. Wallahu a’lam bishawaab!.

9. Makmum tidak boleh mengikuti Imam jika Wudhu Imam tersebut sudah batal atau berhadast, seperti Imam yang buang angin (kentut) atau Imamnya bukan orang Islam.

10. Makmum yang datang terlambat atau masbuk sementara Imam sudah rukuk atau sujud, maka makmum masbuk membaca takbiratul ihram dengan niat mengikuti Imam.

Selanjutnya makmum masbuk mengikuti apa yang sedang dikerjakan oleh Imam. Jika Imam sudah duduk tawaruk (bersimpuh) waktu bertasyahud atau duduk Iftirasy makmum mengikutinya tanpa membaca Al-Fatihah sebab bacaan Al-Fatihah bagi makmum masbuk sudah ditanggung oleh Imam.

• Perhatikan Sabda Rasulullah SAW :

”Jikalau kamu datang untuk shalat dan kami sedang sujud maka sujudlah, tetapi jangan dimasukkan hitungan. Barangsiapa yang mendapat rukuk berarti ia mendapatkan shalat.” (HR. Abu Daud)

Saudaraku, dengan perkataan lain bahwa kalau makmum masbuk dapat mengikuti rukuk bersama-sama Imam walaupun makmum belum sempat membaca Al-Fatihah, makmum masbuk itu mendapat satu raka’at. Sebaliknya makmum masbuk kalau tertinggal rukuk bersama Imam maka apabila Imam salam, ia berdiri lagi untuk menyelesaikan raka’atnya yang tertinggal.

Sidang pembaca, ketika saya menulis artikel ini (saya beserta keluarga sedang berlibur di luar Jakarta) ada yang bertanya kepada saya (Seorang anak muda, yang belakangan saya tahu dia seorang aktivis masjid dan siswa kelas III salah satu SMU Negeri Unggulan): ”Ustad, saya mau tanya.” katanya kepada saya : ”Kasus ini baru kira-kira dua minggu lalu saya alami, saya shalat berjama’ah di Masjid dan mula-mula sih shalat berjalan baik artinya bacaan fatihah Imam bagus, bacaan suratnya bagus, tu’maninahnya juga baik bahkan rukun dan sunnat-sunnatnya shalat dikerjakan dengan baik oleh Imam di raka’at pertama. Hanya saja baru pada raka’at kedua Imam berlaku khilaf, pada waktu Imam duduk diantara dua sujud, setelah sujud kedua semestinya Imam duduk untuk tahiyat (tasyahud) awal, tetapi Imam lupa dan langsung berdiri tegak, makmum yang melihat ini spontan mengucap Subhanallah. Imam yang mendengar peringatan ini, sadar akan kesalahannya dan cepat-cepat duduk lagi untuk tahiyat (tasyahud) awal. ”Saya, Ustad.” kata anak muda itu kepada saya: ”Ketika melihat Imam yang sudah berdiri, kemudian duduk lagi saya berpendapat Imam sudah batal shalatnya dan saya munfarid (saya niat keluar dari berjama’ah, pisah dari Imam) saya shalat sendiri sampai selesai (mengucap salam) : ”Tindakan saya itu salah atau benar ustad ?

Kemudian apakah saya yang sempat mengikuti shalat bersama Imam (berjama’ah) di raka’at pertama itu masih mendapat berjama’ah (mendapat pahala 27 (dua puluh tujuh) derajat atau hanya mendapat ganjaran 1 (satu) derajat saja. Dan makmum yang mengikuti Imam dan Imam sebelum shalat melakukan sujud sahwi, bagaimana itu Ustad ?”

Saya menjawab : ”Tindakan kamu munfarid itu benar dan Imam yang keliru. Dan karena kamu sempat berjama’ah dan mendapat satu raka’at di raka’at pertama maka Allah SWT tidak menghilangkan pahala berjama’ah kamu, itu artinya kamu tetap mendapat ganjaran pahala yang 27 (dua puluh tujuh) derajat. Sedangkan shalat Imam dan makmum yang mengikuti Imam tetap tidak syah (batal) walaupun Imam melakukan sujud sahwi sekalipun dan shalat mereka harus di ulang.”

Saudaraku sesama muslim, sidang pembaca yang terhormat. Kenapa saya membenarkan tindakan anak muda itu ? Dan kenapa saya mengatakan Imam yang keliru dan shalat mereka tidak syah (batal) dan mereka harus mengulang shalat? Sidang pembaca, didalam shalat ada syarat, rukun dan ada sunnat-sunnat shalat yaitu sunnat Ab’adl dan sunnat Hai’at. Kasus anak muda tadi, berdiri tegak didalam shalat fardhu adalah rukun sedangkan duduk Iftirasy untuk tasyahud awal hukumnya adalah sunnat Hai’at. Jadi Imam dalam kasus ini sudah mendahulukan yang sunnat daripada yang rukun dan menjadilah shalatnya batal dan meskipun Imam melakukan sujud sahwi, tetap shalatnya tidak syah dan harus diulang shalatnya. Tinggal lagi bagaimana cara memberitahukannya itu (kepada Imam dan makmum) memang memerlukan kebijaksanaan serta kearifan agar tidak menimbulkan kegaduhan (fitnah). Yang utama harus diberitahukan kepada mereka apapun resikonya, sesuai ajaran agama : Sampaikan yang hak walaupun pahit.

Saudaraku, sampai disini saya sudahi dakwah saya (lewat tulisan) semoga bermanfaat, terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Wa’afwa minkum wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

• • •
(Bahan-bahan (materi) diambil dan dikutip dari Pendidikan Agama Islam oleh: Drs. Ahmad Syafi’i Mufid, M.A.Dkk., dari buku Catatan Taklim Penulis dan buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap oleh: Drs. Moh. Rifai.)
• • •
* Tulisan (artikel) Religius ini dapat anda temukan pada website H. Sunaryo A.Y. dengan alamat : http://hajisunaryo.co.nr *

Error! Hyperlink reference not valid.

Apr 18, '08 10:07 PM
for everyone





Hikmah Salat Berjamaah
By ian sudiana
Republika : Oleh Fuad Rumi

Abu Mas'ud r.a., sahabat Nabi saw, menyampaikan sebuah kisah. Suatu ketika, saat hendak shalat berjamaah, Nabi menyentuh setiap bahu kami sambil bersabda: "Luruskan shafmu, jangan bengkok-bengkok. Shaf yang bengkok akan menyebabkan hatimu terpecah-belah." (HR Muslim).

Hadis tersebut mengandung makna yang sangat patut kita renungkan. Ternyata ada hubungan yang erat antara keadaan shaf umat Islam ketika salat berjamaah dengan keadaan hati mereka. Padahal, hati itulah yang menentukan rasa persaudaraan, persatuan, dan kesatuan umat.

Bahkan Alquran menyatakan bila hati bercerai-berai, kendatipun di luar tampak ada persatuan, itu hanya persatuan semu.

"Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka bercerai-berai," firman Allah swt dalam surat Al-Hasyr: 14.

Tapi, di antara sekian banyak pembicaraan mengenai persatuan umat Islam dewasa ini, hampir-hampir tidak pernah kita temukan ulasan atau analisis yang menghubungkannya dengan shaf salat.

Padahal, jika ketidaksempurnaan shaf shalat saja bisa mengakibatkan hati umat Islam terpecah-belah, tentu akan lebih besar lagi pengaruhnya jika salat jamaah itu sendiri memang tidak ditegakkan oleh umat Islam.

Dari sejarah Nabi kita tahu bahwa sejak salat wajib lima waktu diperintahkan Allah, beliau selalu mengerjakannya secara berjamaah. Bahkan dalam keadaan genting sekalipun, misalnya perang, saalat jamaah tetap ditegakkan. Untuk itu, beliau telah mengajarkan tata-caranya. Salat jamaah juga tetap dipelihara oleh para sahabat sesudah beliau wafat.

Bagaimana keadaan umat Islam kini, khususnya kita, umat Islam di Indonesia yang jumlahnya terbesar dibandingkan negara lain? Jawaban pertanyaan tersebut dapat kita lihat di masjid-masjid setiap waktu salat. Masjid hanya penuh dengan jamaah ketika salat Jumat, salat tarwih, dan salat Ied. Saat salat lima waktu, masjid yang biasanya penuh hanya terisi dua tiga shaf. Terutama saat salat subuh.

Mungkin ada yang berkata, salat sendirian juga sah. Perbedaan antara salat jamaah dan salat sendirian hanya pada pahala. Memang itu benar menurut fiqih. Tapi, salat tidak hanya urusan fiqih belaka. Buktinya, Nabi sendiri menghubungkan shaf dengan masalah sosial kemasyarakatan.

Alhasil, ketika kita sering prihatin karena mudah dipecah-belah dan diadu domba, salah-satu sumbernya memang mungkin kita sendiri, di masjid. Tepatnya ketika kita tak lagi menegakkan salat jamaah, seperti dicontohkan Nabi.

Tapi, untuk itu kita masih merasa punya dalih. Tuntutan jam kerja era modern membuat kita harus sibuk. Jawaban untuk dalih ini adalah sebuah pertanyaan: Adakah yang melebihi kesibukan dan kegentingan perang? Padahal, pada saat seperti itu, Nabi tetap salat jamaah?